Sistem Pendidikan Pencetak Robot

Oleh : Fahri Abdillah
“Guru yang tak tahan kritik boleh masuk tempat sampah. Guru bukan dewa dan selalu benar. Dan murid bukan kerbau. (Soe Hok Gie)”

Berbicara tentang sistem pendidikan Indonesia. Lembaga-lembaga pendidikan tersebar di setiap sudut Nusantara. Hal ini dikarenakan pendidikan penting bagi masyarakat. Ki Hajar Dewantara seorang tokoh pejuang pendidikan mendifinisikan bahwa pendidikan adalah upaya untuk memajukan budi pekerti seperti kekuatan batin dan karakter, kemudian pikiran seperti intelektual dan tubuh anak. Inilah yang menjadi dasar mengapa pendidikan penting bagi masyarakat.

Namun tersebarnya lembaga pendidikan nyatanya belum mampu mengurangi angka pengangguran. Pasalnya system pendidikan yang terlalu didominasi oleh pengajar pada ahirnya membuat siswa tidak berkembang. Tanpa sadar mereka telah dipaksa untuk selaras dengan apa yang dilakukan oleh pengajarnya. Setiap pengajar yang terus menjejali teori tidak pernah memprediksikan bagaimana dampak yang dihasilkan. Hal ini berakibat pada penurunan mental serta tidak adanya bentuk kreatifitas yang di timbulkan oleh kaum pelajar. Berfikir hanya seperti pengajar tanpa pertimbangan kemudian adalah masalahnya.

Dalam pendidikan gaya bank yang di kritik oleh Paulo Freire, kita dapat melihat jelas hal itu terjadi pada pendidikan kita hari ini. System belajar mengajar di kelas  terlalu di dominasi oleh guru, sehingga mengakibatkan siswa tidak dapat berfikir secara bebas. Pandangan guru terhadap siswa bahwa mereka ibarat wadah kosong yang tidak berisi apa-apa terus terjadi di dalam lembaga pendidikan formal kita hari ini. Asumsinya ketika guru menganggap siswa sebagai wadah kosong, maka guru akan terus mengisi dengan berbagai macam teori pelajaran tanpa ada proses dialog antar guru dan siswanya. Tidak ada ruang yang di berikan oleh guru terhadap siswa dalam hal pengkritisan, mengakibatkan siswa tidak dapat secara luas membuka pikirannya.

Pendidikan gaya bank ini berdampak negative dalam pembentukan karakter siswa. Sepakat atau tidak bahwa hari ini mayoritas siswa tidak berani berpendapat ketika mereka memiliki pendapat yang berbeda. Menganggap siswa sebagai subyek pasif adalah problematika system pengajaran di berbagai lembaga pendidikan kita. Ditambah lagi jam pelajaran yang begitu padat tanpa di berikan waktu untuk mengikuti ekstrakulikuler dalam mengasah keterampilan membuat siswa tidak berkembang secara pemikiran dan keterampilan.

Ahirnya perspektif yang dibangun pada kaum pelajar bagaimana mereka dapat terus berkompetisi satu sama lainnya. Tidak adanya pandangan yang dibangun terhadap masalah pada masyarakat atau lingkungan sekitar adalah hal yang membuat hari ini kaum pelajar cenderung lebih mementingkan dirinya sendiri.

Masalah ini pun berdampak pada mahasiswa-mahasiswa hari ini. Sikap apatis yang terlihat menandakan bahwa teori yang dipelajari dalam dunia perkuliahan tidak berujung pada implementasi yang signifikan dalam menjawab masalah terkait. Budaya diskusi di kampus semakin sepi pun menggambarkan bahwa tidak adanya sikap kepedulian mahasiswa terkait pembahasan masalah yang menyangkut banyak pihak bahkan termasuk dirinya. Rasanya anggapan mahasiswa adalah agen perubahan tidak layak disandangkan pada mahasiswa dewasa ini. Sibuk mementingkan diri dan tidak peduli masalah dapat dijadikan alasan bahwa kaum pelajar kini lebih memilih untuk menyeamatkan diri.

Kiranya hal tersebut akan terus terjadi dan bertambah parah ketika pandangan-pandangan yang dibangun pada kaum pelajar  hanya sebatas kompetisi dan terus berkompetisi. Maka dengan menganggap pendidikan adalah sebuah kompetisi mereka akan berbondong-bondong memburu nilai tidak peduli benar atau salah apa yang diajarkan, yang penting sesuai dengan kemauan pengajar. Tidak adanya proses pengkritisan atau pertimbangan terkait teori yang diberikan dalam proses belajar mengajar adalah yang menjadi masalah.

Kita pun tidak bisa menyimpulkan bahwa ini murni kesalahan kaum pelajar. Gambaran mahasiswa hari ini adalah dampak dari system pendidikan yang terjadi ketika masih duduk di bangku sekolah dasar dan berujung pada bangku perkuliahan. Dalam proses belajar mengajar ketika pelajar tidak dihadapkan langsung pada masalah mungkin yang menjadi persoalan.

Kaum pelajar sudah seharusnya dihadapkan pada masalah yang terjadi di sekitarnya supaya pada ahirnya kaum pelajar tahu bagaimana realita sebenarnya. Bukan lagi di batasi dengan menjejali teori yang tidak jelas arahannya dan tanpa sadar menindas secara pemikiran. Memang pada dasarnya seseorang kini adalah gambaran bagaimana seseorang itu sebelumnya berada pada sebuah kultur yang terbentuk. Maka penanaman nilai dan pembentukan sebuah karakter sudah dimiliki oleh pendidikan sejak dini. Dengan begitu sikap pesimistis masyarakat terhadap kaum pelajar mulai berkurang. Pasalnya hari ini masyarakat masih pesimis dengan lahirnya kaum-kaum pelajar baru namun tidak diimbangi dengan kesadaran mereka terhadap realita sebenarnya.

Komentar